*** A G N U S - D E I ***
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jumat, 21 September 2012

Antara Amerika, Freemason, Mafia Berkeley dan Bappenas



Tahun 1776, Amerika dibentuk oleh kelompok Mason dengan slogan “Novus Ordo Secloru” yang berarti “Mewujudkan dan Menuju Tata Dunia Baru yang Sekuler” dimana slogan ini terdapat pada lambang negara Amerika Serikat. Dan untuk menuju cita-cita itu, kelompok Mason dengan negara barunya Amerika Serikat, kemudian mendirikan berbagai lembaga dunia seperti United Nations, Bilderberg Group, World Bank, IMF, ADB, The Round Table, Trilateral Commission, Uni Eropa, G-7, dsb.
Seiring dengan cita-citanya menjadi ‘polisi dunia’, tentunya Amerika memerlukan sumber daya yang sangat besar. Nah, disinilah pentingnya Indonesia. Sebagai satu-satunya negara di dunia, Indonesia dikenal oleh dunia sebagai bangsa besar yang sangat kaya-raya dengan sumber daya alam yang melimpah ruah, dimana sebagian sumber daya alam tersebut tidak ditemui di lain negara. Oleh sebab itu, Amerika berkeinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘jajahannya’ sekaligus ’sekutunya’ dengan menamakan Indonesia sebagai “The New World Order” atau Orde Baru seperti yang kita kenal selama ini.
Oleh karena itu, Amerika akan selalu berusaha dan tidak pernah berhenti untuk bisa menjajah Indonesia sepanjang jaman sampai akhir dunia. Di masa penjajahan Belanda, Indonesia yang dulu dikenal dengan nama Nusantara, menjadi pemasok terbesar migas ke Amerika. Karena itulah, Amerika memihak Belanda di masa-masa awal kemerdekaan. Namun ketika kemudian posisi Belanda goyah, Amerika berbalik sikap dengan mendukung lepasnya Republik Indonesia dari Belanda. Dengan cara ini, Amerika berharap pemerintah negara yang baru berdiri ini yang bernama Indonesia bisa dijadikan salah satu ‘boneka sekutunya’ yang siap diperah kapanpun Amerika mau, dengan memasukkan Indonesia sebagai satu-satunya negara Asia, ke dalam “Marshall Plan”.
Tak disangka dan tak diduga, Amerika mendapatkan penolakan keras dari Bung Karno, sehingga kemudian pada tahun 1950-an “National Security Council” mengeluarkan US Policy on Indonesia yang menugaskan CIA agar menghabisi Soekarno dan menggantinya dengan tokoh Indonesia yang dinilai bisa diajak bersekutu. Orang ini adalah Jenderal Soeharto.

Selain itu, Amerika juga membina segelintir elit Indonesia yang kemudian dikenal dengan sebutan “Mafia Berkeley”. Dinamakan Mafia Berkeley karena sejumlah elit Indonesia itu pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mafia Berkeley inilah pelayan-pelayan Amerika yang siap menggadaikan kekayaan Indonesia, yang diantaranya dibuktikan dengan adanya pertemuan antara Mafia Berkeley dipimpin oleh Widjojo Nitisastro, dengan sejumlah pengusaha Multi National Corporate (MNC) yang dipimpin oleh David Rockefeller antara lain, General Motors, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, US Steel, Freeport, di Jenewa, Swiss.
Pada pertemuan ini pula, dilaksanakan pembagian ekonomi Indonesia sektor per sektor (pertambangan, perbankan dan keuangan, jasa, industri berat dan ringan), seperti Freeport mendapatkan bukit dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam Board), sebuah konsorsium Eropa mendapatkan nikel Papua Barat, perusahaan raksasa aluminium Amerika Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit, dan sejumlah beberapa kelompok perusahaan-perusahan Amerika, Jepang dan Prancis membagi ‘jatah’ hutan-hutan tropis Indonesia di sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Jika mantan Presiden Amerika Richard Nixon pernah menyebut kejatuhan Soekarno sebagai “Terbukanya Upeti Besar dari Asia”, maka Rockefeller menyebut hasil pertemuan antara Mafia Berkeley dengan pengusahan-pengusaha MNC ini sebagai “Hadiah Terbesar Bagi Dunia Baru”.


Di Jakarta sendiri, para elit/ekonom Indonesia ini berusaha menghancurkan konsep Bung Karno mengenai Indonesia yang mandiri dan berdaulat. Dengan semboyan ‘A Nation and Character Building’, Bung Karno memimpikan sebuah bangsa yang besar dan sejahtera yang berdiri di atas kaki sendiri, berdikari. Namun, alih-alih melanjutkan mimpi Bung Karno tersebut, elit ekonom Indonesia yang tergabung dalam Mafia Berkeley ini pun merekonstruksikan kembali orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang disesuaikan dengan pola-rancang kepentingan imperium Pax-Americana atas dunia, yang menjadi otak dari REPELITA-nya Pak Harto, dimana di awal Orde Baru, sejumlah konsultan Amerika banyak berkumpul untuk menggelontorkan modal dalam jumlah yang sangat banyak dan tentunya tidak gratis. Gerbang utama bagi modal asing untuk masuk ke negeri ini adalah ‘Adhucstat Logegebouw’ yang dikenal juga sebagai Markas Besar Persaudaraan Mason Bebas Hindia Belanda, yang sekarang kita kenal dengan nama Bappenas. Itulah mengapa program antara Pemerintah/LSM dengan negara asing harus melalui G2G Program (Government To Government Program) yang dikoordinir oleh Bappenas.


*Dikutip dari beberapa sumber

0 komentar:

Protected by Copyscape Duplicate Content Protection Tool
Template by : Roberth Fabumasse @2017