*** A G N U S - D E I ***
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 07 Juli 2013

Resensi dan Tinjauan Kritis Atas Novel "The Jacatra Secret" (3)


APAKAH VOC MERUPAKAN ORGANISASI LAYAR FREEMASONRY?



Dalam novel ini dikisahkan saat DR. Grant White Maker memberikan ceramah di pertemuan Conspiratus, pakar simbologi rekaan Rizki Ridyasmara menjelaskan kepada peserta seminar demikian: “Saudara-saudaraku sekalian, VOC – Vereenigde Oost-Indische Compagnie adalah organisasi layar Vrijmetselaren, kelompok persaudaraan Mason Bebas Belanda. Salah satu bukti, kemiripan antara simbol VOC dengan simbol Freemasonry, sebuah heksagram. Coba kita lihat bersama-sama simbol itu...”[1]





Sebelumnya dalam prolog pengantar novelnya, Rizki Ridyasmara mengatakan sbb: “Batavia dibangun VOC menurut cetak biru Freemasonry Hindia Belanda. Kelompok persaudaraan okultis ini menyisipkan aneka simbol Masoniknya di berbagai tata ruang kota, arsitektur gedung dan monumen, prasasti makam dan lainnya, yang masih bisa disaksikan hingga sekarang”[2].


Simbol-simbol Masonik tersebut dapat terlihat jelas dalam jejak-jejak keberadaan bangunan dan kuburan bekas Belanda seperti Stadhuis (sekarang Gedung Balai Kota Jakarta dan Museum Jakarta), Adhucstat Logegebouw (sekarang gedung BAPENNAS), Kerkhof Laan (sekarang Tempat Pemakaman Umum Kebon Jahe Kober yang kemudian sejak tahun 1977 diganti menjadi Museum Taman Prasasti), Bundaran Hotel Indonesia yang melambangkan mata horus jika dilihat dari udara, simbol Baphomet (Setan dengan kepala kerbau) di gedung Stadhuis [3]. Dalam novel tersebut diulas secara detail lambang-lambang Masonik tersebut dengan latar belakang kisah thriler yang nyaris sama dan mengadopsi novel kontroversial the Da Vinci Code karya Dan Brown.


Beberapa lambang tersebut mengekspresikan kecenderungan angka 13 yang muncul di sejumlah tempat bekas peninggalan VOC tersebut, kemudian lambang Ouroborous (ular melingKar menelan ekornya), lambang salib Templar, lambang Star of David, lambang Mawar, dll













VOC: Definisi, Sejarah dan Karakteristik



Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) didirikan tanggal 20 Maret 1602 dan merupakan perusahaan dagang yang semula hanya memfokuskan pada perdagangan semata dan bukan penaklukan wilayah[4]. Beberapa ahli sejarah kurang sepakat apakah VOC pada mulanya tidak memiliki motif-motif lain selain perdagangan. Beberapa ahli sejarah menghubungkan dengan tiga istilah 3-G (Gold, Glory, Gospel). DR. Verkyul pun memberikan konfirmasi dengan menggunakan istilah sbb: motif merkantil-ekonomis, motif teokratis,motif kultural, motif imperial[5].



Sekalipun perusahaan dagang, tidak dapat disangkal bahwa VOC mirip sebuah pemerintahan Kristen yang mempunyai kekuasaan politis untuk mengadakan perjanjian dengan pemerintahan lain, mengambil keputusan perang, mengadakan dan memelihara tentara, membuat dan mengedarkan uang[6]. Pada 1669, VOC merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%[7].



VOC mempunyai kewajiban agamawi karena diwajibkan oleh pemerintah Belanda melakukan pengawetan atau pemeliharaan kepercayaan umum dalam hal ini agama Kristen sebagai agama yang diakui sah oleh pemerintah kerajaan Belanda yang beraliran Calvinis. Pemeliharaan kepercayaan umum tersebut selaras dengan bunyi pengakuan iman Belanda pasal 36 (Nederlandsche Geloofsbelijdenis). Berdasarkan perintah tersebut maka VOC mengeluarkan berbagai peraturan al., memelihara gereja yang kudus, menolak dan membasmi segala rupa penyembahan berhala dan agama palsu – bukan saja Islam dan agama kafir namun Katolik dan aliran Lutheran dan diluar Calvinis – serta membiayai berbagai kegaiatan agamawi seperti ibadah, pengajaran agama, pemeliharaan rohani serta penyebaran agama. Hanya terkait tugas penyebaran agama, VOC kerap melalaikan tugas ini jika sudah berbenturan dengan kepentingan perdagangannya. Bahkan orang-orang Belanda yang tergabung dalam VOC mengabaikan nurani Kristennya[8].



Tugas penyebaran Injil tidak hanya dilaksanakan oleh VOC. Dalam perkembangannya khususnya setelah VOC bangkrut dan diambil alih pemerintahan Belanda, tugas penyebaran Injil dilakukan baik oleh badan gereja resmi dalam hal ini oleh Netherlandsche Hervormde Kerk (NHK) maupun kelompok-kelompok di luar gereja resmi seperti Het Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), Nederlandsch Gereformeerde Zendings Vereeniging (NGZV), Doopsgezinde Zendings Vereeniging (DZV) serta kelompok awam yang tidak terikat dalam organisasi tertentu seperi F.L. Anthing (1820-1883),C.P. Stevens-Philips (1824-1876), J.C. Philips-van oostrom (1815-1877), E.J. De Wildt-Le Jolle (1824-1906), Tunggul Wulung (1800-1885) seorang pribumi jawa yang menjadi pertapa dan guru ngelmu sebelum masuk Kristen[9].



Di zaman VOC berkuasa, gereja yang terikat dengan VOC kerap mendapatkan benturan. Keterikatan dan kebergantungan gereja yang dikuasai VOC terutama dalam hal keuangan seperti memberi gaji pendeta. Kerap terjadi bahwa pendeta tidak berkutik menghadapi kebobrokan moral pejabat VOC yang secara kepangkatan berada di atasnya[10]. Namun tidak semua pendeta bersikap tutup mulut dan berdiam diri. Seorang pendeta VOC bernama Justus Heurnius kerap memberikan kritik atas ketimpangan sosial dan ketidakadilan sosial. Heurnius kerap membela rakyat Nusantara yang tertindas oleh VOC. Ketika Batavia diserbu Sultan Agung dari Mataram tahun 1628, beliau memberikan komentar: “Kenyataan ini merupakan hukuman yang adil bagi umat yang celaka, yaitu umat yang hidupnya sehari-hari, tidak mau mengamalkan perintah Tuhan...”[11]. Akibat pernyataannya beliau diasingkan ke Indonesia Timur (1632-1638) dengan harapan tidak lagi kembali ke negeri Belanda.



Freemasonry (Vrijmetselarij) di Masa VOC



Paska kekalahan VOC terhadap Inggris pada perang keempat (1780-1784) mengakibatkan perubahan peta kekuatan ekonomi dari VOC ke Inggris. Tahun 1795 VOC meninggalkan hutang sebesar 120 gulden dan akhirnya diambil alih oleh pemerintahan Belanda. Negara mengambil alih seluruh pengelolaan VOC yang masih tersisa. Tahun 1811 Inggris merebut pulau Jawa dan mengambil alih kepemimpinan di bawah Gubernur Thomas Raffles.



Loji pertama di dirikan di Batavia saat Gubernur Jendral dipimpin oleh Petrus Albertus van der Parra (1761-1775). Kepemimpinannya dianggap kurang baik karena bersifat otoriter bahkan para pendeta mendapat perlakuan kurang baik sehingga para pendeta menganggapnya sebagai penguasa teladan.[12]


Keadaan tidak lebih baik disaat kepemimpinan dikendalikan oleh Jeremias van Riemsdijk (1775-1777). Sifat kepemimpinan Oligarkis. Sejarawan Stapel memberikan pujian kepada Reynier de Klerk (1777-1780) sebagai gubernur pengganti. Stapel menyebutnya sebagai orang yang jujur, rendah hati, pekerja keras. Banyak pengembangan dibidang seni dan ilmu pengetahuan digiatkan pada zaman Reynier.



Dibawah kepemimpinan Willem Arnold Alting (1780-1796) Hindia Timur mengalami kemerosotan yang paling menyedihkan.Demikian pula di zaman Petrus Gerardus van Overstraten (1796-1801).



Pengambilalihan peran VOC oleh pemerintah Belanda baru terjadi tahun 1808-1811 oleh Daendles. Perang Eropa berakhir setelah perang Napoleon berhenti pada tahun 1815. Wilayah yang pernah direbut Inggris dikembalikan kepada Belanda. Di Den Hagg terjadi keputusan baru yang bersifat liberal humanistis diman pemerintah Belanda berhak atas hasil usaha di Hindia Belanda namun tidak boleh merugikan pribumi.



Peraturan pemerintah tahun 1811 (pasal 77) dikeluarkan perundangan baru yang berpihak pada kepentingan rakyat pribumi. Pajak yang menyiksa dan memberatkan tidak diperbolehkan. Namun demikian saat Cultuurstelsel (perundangan pembudidayaan tanaman atau sistem Tanam Paksa) dikembangkan pada tahun 1830-1870 sangat bertentangan dengan peraturan pemerintah tahun 1811 tersebut sehingga membuat Douwes Dekker melakukan perlawanan dan membuka aib pemerintah kolonial terhadap penduduk di wilayah Lebak.



Pemicu penyimpangan pemerintah adalah pecahnya perang di Belgia tahun 1830 sehingga menghabiskan kas negara Belanda sehingga harus mengubah kebijakan menjadi eksploitatif seperti di zaman VOC. Penggagas Cultuurstelsel adalah Van den Bosch sehingga menghasilkan gulden yang berlimpah bagi Belanda. Sistem ini dikenal dengan sebutan tanam paksa dimana pemerintah Belanda memaksakan pribumi menanam apa yang mereka mau dalam jumlah besar namun pribumi memperoleh hasil yang kecil. Kebijakkan ini diteruskan melalui para pemimpin lokal. Jawa menjadi pelampung yang menyelamatkan Nederland dari bahaya tenggelam[13]



Loji “La Choisie” di Batavia (1764-1766)



Sebelum tahun 1756 di Hindia Timur telah berkembang pengikut Mason Bebas. Sejarawan Hageman mengatakan bahwa keberadaan para Mason di Batavia berasal dari Inggris[14].



Sejarawan Van der Veur mengatakan bahwa loji pertama yang didirikan adalah La Choisie di Batavia tahun 1762 atas prakarsa J.C.M. Radermacher (1741-1780) seorang syahbandar Batavia. Beliau adalah anak Suhu Agung pertama dari Tarekat Mason di Belanda bernama Joan Cornelis Radermacher. Tidak ada kesepakatan diantara sejarawan mengenai persisnya lembaga ini didirikan. Ada yang mengatakan 1762 (Van der Veur dan Gelman Taylor) dan ada yang mengatakan 1764 (literatur Masonik). Kemudian terjadi pembagian antara Loji Solomon di Benggala India dan Loji La Choisie.



Sejarawan de Geus mengatakan bahwa pembangunan loji La Choisie, dikatakan sebagai langkah berani karena situasi jaman tersebut keberadaan Tarekat Mason di musuhi baik di negeri induknya di Belanda maupun di Batavia dan oleh para rohaniawan gereja, Tarekat Mason Bebas dianggap sebagai “mahluk-mahluk berbahaya bagi negara dan gereja” [15].


Sementara sejarawan Gelman Taylor memandang bahwa keberadaan Tarekat Mason Bebas khususnya pada saat pendirian loji La Choisie terjadi karena munculnya perkembangan mestizo (keturunan darah campuran) yang mencapai kejayaan di  Abad XVIII sehingga menjauhkan mereka dari kebudayaan asli di Belanda dan membuat mereka terkucil.



Gubernur Jendral van Imhoff (1743-1750) ingin menguasai koloni dagang tersebut menjadi koloni warga Belanda di Jawa. Van Imhoff banyak mendatangkan petani Belanda dan memajukkan modernitas di Hindia Timur sehingga menggeser kedudukan para mestizo. Kebijakkan van Imhoff diteruskan oleh Jacob Mossel (1750-1761) dengan memberikan pembatasan-pembatasan kepemilikan oleh para mestizo.



Keberadaan Tarekat Mason menjadikan seseorang yang bergabung ke dalamnya (termasuk para mestizo) memiliki perilaku kebelandaan dan membuat seseorang memiliki status tinggi karena dapat dekat ke elit pemerintahan[16]



Loji ini berdiri tidak lama. Ada yang mengatakan Loji ini sudah berhenti tahun 1766, ada yang mengatakan 1767 (Hageman) dan ada yang mengatakan bahwa sebelum menerima surat konstitusi tahun 1770, loji itu telah tidak berfungsi (De Visser Smits). Tidak ada kata sepakat mengenai berhentinya keberadaan loji tersebut. Ada yang mengatakan karena larangan pemerintah. Ada yang mengatakan ketidakmampuan menampung kehadiran anggota yang pluralis sebagaimana pernah dilakukan Radermacher[17] .



Loji “La Fidele Sincerite” (1767) dan Loji “La Vertueuse” (1769)



Keanggotaan loji La Fidele Sincerite sebagian besar dari La Choisie maka dikatakan bahwa loji ini adalah penerus dari La Choisie (hal 66). Loji ini diresmikan oleh Abraham van der Weyden wakil Suhu Agung Provinsial di Batavia dan peresmian dilaksanakan di sebuah losmen dengan nama Heerenlogement tempat dimana para Masonik La Choisie dulunya kerap mengadakan pertemuan.



Beberapa peneliti Masonik menyimpulkan bahwa keberadaan loji La Fidele Sincerite sebagai tempat orang kurang berada (tempat pelarian bagi para tentara, burger, orang mardika, pelaut serta pegawai VOC menengah ke bawah) sehingga kerap menimbulkan perselisihan karena perbedaan status dan agama sehingga terciptalah loji La Vertueuse yang lebih homogen dalam hal status sosial. Ketua pertamanya bernama Hasselaar seorang administratur gudang gandum[18].



Hageman menilai peresmian La Fidele Sincerite 1772 bukan oleh Suhu Agung melainkan hanya wakilnya Abraham van der Weyden mrupakan ketidaan hubungan yang mendalam antara Loji Agung dan Loji Hindia Timur. Heren Zeventien (Tuan-tuan Tujuhbelas yang merupakan penentu kebijakan kompeni) tidak membolehkan keikutsertaan loji Hindia Timur di luar sepengetahuan mereka[19].



Daftar keanggotaan Tarekat Mason Bebas di Loji La Fidele Sincerite sangat beragam mulai dari pegawai pemerintahan sampai, tentara, pengacara, swasta sebanyak 48 anggota[20]. Kedudukan mereka lebih rendah dari anggota di Loji La Vertueuse meskipun jumlahnya hanya 38 anggota[21].



Pada tahun 1815 loji La Fidele Sincerite pindah dari Amanusgracht ke Tijgergracht dan diresmikan oleh pemerintahan Ingris melalui Thomas Standford Raffles seorang anggota Mason yang kemudian sebulan kemudian membuat dia naik pangkat dan diangkat sebagai meester (suhu) di loji Vriendschap di Surabaya. Tahun 1819 dipindah ke sebuah rumah anggota Mason dan sampai tahun 1837 menjadi tempat pertemuan loji.



Tahun 1786 merupakan tonggak keemasan Freemason karena peresmian gedung baru diresmikan oleh Gubernur Willem Alting dihadiri oleh para pejabat tinggi. Freemason mulai dkenal khayalak [22].



Pelukis Prancis bernama Piron sekitar tahun 1794-1795 melukis 12 gambar simbolik bercorak Masonik dan dipindah ke gedung De Ster in Het Oosten (loji Bintang Timur). Lukisan tersebut melambangkan: hikmat, kekuatan, keindahan, kebajikan, amal, persatuan,kehati-hatian, pengharapan, keadilan, kedamaian, keadilan, sifat berdiam diri”[23]



Berturut-turut kemudian didirikan loji-loji Freemasonry atau Vrijtmetselarij atau Tarekat Mason Bebas antara lain dengan nama: Loji La Constante et Fidele di Semarang (1801), Loji De Vrienschap di Surabaya (1809), Peleburan loji –loji di Batavia ke dalam loji baru De Ster in het Oosten (1837), Loji “Mata hari” di Padang (1858)[24]



Berbeda dengan DR. Th. Steven yang memusatkan Loji La Choisie, Loji La Fidele Sincerite di Batavia, Loji La Vertueuse, Loji La Constante et Fidele di Semarang, Loji De Vrienschap di Surabaya, Loji  De Ster in het Oosten , Loji Mata hari di Padang,maka Rizki Ridyasmara dalam novelnya justru menyatakan bahwa Loji Adhucstat (sekarang gedung Bappenas , Jakarta) sebagai pusat Freemasonry di zaman Hindia Belanda sebagaimana dikatakan, “Freemasonry di zaman Hindia Belanda memusatkan aktivitasnya di loji Adhucstat itu. Dan sekarang, loji itu, gedung yang sama, dijadikan pusat perencanaan pembangunan negeri ini...Mason dan Bappenas sama-sama berfungsi sebagai Perencana dan Pembangun. Keduanya, yang dipisahkan zaman dan generasi, telah menghuni gedung yang sama dan mempunyai tugas yang sama. Apakah ini suatu kebetulan?”[25]. Pada bagian lain ditegaskan ulang mengenai fungsi Adhucstat sbb: “Adhucstat dirancang oleh Ir. N.E. Burkoven Jaspers. Adhucstat memiliki arti sebagai ‘Kami Masih Berdiri di Sini’. Setelah selesai pada tahun 1934, gedung ini langsung difungsikan sesuai dengan perencanaan semula yakni sebagai Loji atau markas persaudaraan Mason Bebas Hindia Belanda”[26]


Orang-orang Indonesia yang menjadi anggota Freemasonry


Pada zaman Jepang sudah ada beberapa orang Indonesia bergabung dengan Tarekat Mason Bebas sebanyak 50 orang [27].


Raden Saleh anggota Mason Bebas ditahbiskan tahun 1836 di Loji Eendracht Maakt Macht. Abdul Rahman buyut Sultan Pontianak tahun 1844 menjadi anggota Mason di Loji Vriendschap dan dia adalah Muslim pertama yang ikut Mason Bebas[28]. Bupati Surabaya bernama R.A. Pandji Tjokronegoro menjadi anggota tahun 1908.


Loji Vriendschap merupakan pusat anggota Mason dari Indonesia dan pada tahun 1870 didirikan Loji Mataram di Jawa. Pangeran Soerjodilogo (keturunan Paku Alam) tahun 1871 menjadi anggota Mason. Persemian Loji Mataram dilaksanakan dengan rumah pinjaman dari HB VI di Malioboro[29].


Abdurachman Surjomihardjo memberikan deskripsi pengaruh Freemasonry di wilayah Yogyakarta sbb: “Sejak akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1891, beberapa anggota gerakan itu telah berhubungan dan menanam bibit di lingkungan keluarga Paku Alam. Paku Alam V telah resmi menjadi mason yang kemudian diikuti oleh Paku Alam VI dan Paku Alam VII secara aktif”[30]


Salah satu keluarga Paku Alam yaitu K.P.H Notodirdjo menjadi anggota Mason sekaligus sebagai ketua pengurus besar Boedi Oetomo. Abdurachman Surjomihardjo kembali menjelaskan: “Sejak awal paham Budi Utomo memang berhubungan dengan Mason. Ketua Budi Utomo yang pertama, K.R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar di Banyumas, mempunyai hubungan perkawinan dengan keluarga Paku Alam”[31]



Raden Sujono menulis di Indisch Maconniek Tijdscrift (IMT) menulis bahwa tahun 1928 ada 43 orang Jawa ikut Mason Bebas. Empat dari keturunan raja, dua puluh pegawai pemerintah orang indonesia, sepuluh memegang jabatan yang biasanya dipegang orang Eropa dan tujuh berprofesi sebagai dokter hewan[32].


Loji sebagai pusat kegiatan Freemasonry kerap mendapatkan sorotan negatif dari masyarakat dengan sebutan Omah Setan karena kerap dijadikan media pemanggilan arwah. Abdurachman Surjomiharjo mendeskripsikan sbb: “Pertemuan kaum mason diadakan di loge atau Loji Mataram di Jalan Malioboro. Pada waktu Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia, gedung ini dipakai oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Loji Mason di kalangan masyarakat bumiputera disebut sebagai ‘Rumah Setan’. Upacara penerimaan anggota baru mason diliputi oleh keanekaan dan kerahasiaan. Upacara ini diadakan di loji, dalam bahasa Belanda disebut Huis van Overdenking atau dalam bahasa Jawa disebut Omah Pewangsitan”[33]. Beberapa pengikut Freemasonry (Vrijmetselarij) membela bahwa istilah “rumah setan” merupakan pengrusakan istilah dari “rumah pamagsitan” atau “rumah permenungan”[34]


Bukan hanya di Batavia dihampir seluruh Jawa sudah tersebar loji-loji sbb:[35]


Loji tertua di Yogyakarta terletak persis di seberang Kantor Pos Besar, yaitu sebuah bangunan yang kini dinamai Benteng Vredeburg. Bangunan benteng yang sering disebut Loji Besar atau Loji Gede itu dibangun pada tahun 1776 - 1778, hanya dua tahun berselang setelah berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, salah satu pecahan kerajaan Mataram. Benteng yang semula bernama Rustenburg itu konon sengaja didirikan di poros Kraton - Tugu agar bisa mengawasi gerak-gerik Kraton.



Dari Vredeburg, sebuah loji yang paling terlihat adalah Loji Kebon, kini dikenal dengan nama Gedung Agung. Bangunan yang juga bergaya eropa itu didirikan tahun 1824 dan digunakan sebagai Gedung Karesidenan. Halaman Loji Kebon sangat luas dan dihiasi arca-arca yang dikumpulkan para pejabat Belanda dari penjuru kota Yogyakarta. Tahun 1912, kompleks Loji Kebon dilengkapi dengan bangunan Societeit de Vereniging, tempat pejabat Belanda berdansa dengan iringan biola.





Seperti halnya Loji Besar, Loji Kebon pun juga menjadi saksi sejarah. Pembangunan gedung yang dirancang A. Payen ini sempat berhenti karena Perang Diponegoro tahun 1825 - 1830 yang hampir membuat pemerintah Belanda bangkrut. Pada Masa Jepang, gedung ini menjadi kediaman petinggi Jepang bernama Koochi Zimmukyoku Tyookan. Demikian pula sejak ibukota Indonesia berpindah ke Yogyakarta tanggal 6 Januari 1946, gedung ini menjadi istana kepresidenan. Hingga kini, meski ibukota Indonesia berpindah lagi ke Jakarta, gedung ini tetap berstatus istana kepresidenan.



Kawasan loji lain adalah Loji Kecil yang berlokasi di sebelah timur Vredeburg kini, tepatnya wilayah Shopping hingga hampir perempatan Gondomanan. Berbeda dengan Loji Besar yang berfungsi sebagai benteng dan Loji Kebon yang berfungsi sebagai gedung pemerintahan, Loji Kecil berfungsi sebagai wilayah hunian. Kini, meski tinggal segelintir, kita masih bisa menikmati beberapa bangunan lawas itu, di antaranya yang berada di kompleks Taman Pintar. Di kawasan itu juga terdapat Gedung Societet Militair yang dulu digunakan sebagai tempat para serdadu militer Belanda bersantai.



Kawasan Loji kecil merupakan pusat kawasan hunian orang Belanda pertama di Yogyakarta. Sejumlah fasilitas pendukung kini juga masih bisa dinikmati keindahannya, misalnya gereja Protestansche Kerk yang berdiri tahun 1857 (kini menjadi Gereja Kristen Marga Mulya, berlokasi di utara Gedung Agung) dan Gereja Fransiscus Xaverius Kudul Loji (bangunan lama) yang berdiri tahun 1870, berada di sebelah selatan kawasan Loji Kecil.



Satu kawasan loji lain yang menarik adalah Loji Setan. Dinamakan demikian karena gedung yang hingga kini nggak tahu kapan  tahun pembangunannya itu dikenal angker. Banyak orang mengatakan, pada ruang sebelah timur dan aula tengah sering terdengar suara orang minta tolong dan suara iringan musik dansa. Gedung yang kini berfungsi sebagai kantor DPRD ini menurut cerita pernah disinggahi Gubernur Jendral Raffles pada tanggal 15 Mei 1812, saat Belanda sudah berkuasa di Yogyakarta.



Loji Setan sejak beberapa lama memiliki beragam fungsi. Di masa lalu, gedung ini sering digunakan untuk tempat bermeditasi dan sebagai ruang pameran, misalnya pameran oleh Luch Bescherming Dienst pada tahun 1940. Pasca kemerdekaan, gedung yang pada awalnya bernama Loji Marlborough ini digunakan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia (1945-1949), kantor Dewan Pertahanan Negara dan penyelenggaraan sidang Kabinet (1948).





Bahkan Tugu Yogyakarta dihubung-hubungkan dengan keberadaan organisasi Vrijmetselarij atau Freemasonry. Ini terkait dengan lambang Bintang Daud di tubuh tugu ini[36].





Tugu Jogja dikenal sebagai salah satu simbol (land mark) kota Yogyakarta. Dibangun oleh Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwono I), pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat untuk memperingati perjuangan bersama-sama rakyat dalam melawan penjajah. Tugu Jogja menjadi sebuah poros yang membagi antara Kraton Kasultanan, Panggung Krapyak, Monumen Jogja Kembali, Laut Kidul dan Gunung Merapi.


Semboyan yang diusung Pangeran Mangkubumi dalam rangka simbol perlawanan rakyat melawan Pemerintahan Hindia Belanda adalah Golong Gilig artinya bersatu padunya rakyat dalam melaksanakan perjuangannya. Simbol ini digambarkan dengan tiang silinder (gilig) dan sebuah bola (golong). Sayang sekali bentuk asli ini sudah tidak dapat dilihat lagi karena gempa yang menghancurkan tugu tersebut di tahun 1867.




Renovasi dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1889 (pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII). Renovasi ini dilakukan dengan merubah beberapa aspek penting sehingga bentuk dari tugu jogja menjadi yang kita lihat sekarang ini.

Sejauhmana hubungan lambang Bintang Daud dengan keberadaan dan aktivitas organisasi Vrijmetselarij atau Freemasonry atau lebih jauh lagi dengan keberadaan Yahudi dan Yudaisme, masih samar.


Beberapa gedung Freemasonry di Jawa dapat kita lihat sbb:[37]




Vrijmetselaarsloge Ster in het Oosten in Weltevreden te Batavia



Vrijmetselaarsloge de Ster in het Oosten in Weltevreden te Batavia verlicht ter gelegenheid van het huwelijk van pinses Juliana en prins Bernhard.



De Loge St. Jan te Bandoeng; vermoedelijk een vrijmetselaarsloge

 

Vrijmetselaarsloge Arbeid Adelt te Makassar





Vrijmetselaarsloge Tidar te Magelang 



Vrijmetselaarsloge La Constante et Fidele te Semarang 


Loji Menteng




Loji Mataram 




Loji Harmoni, Jakarta





Loge de Vriendschap di Toendjoengan, Surabaya, tahun 1900




Lambang Freemasonry (Vrijmetselarij) di Loge de Vriendschap,

Toendjoengan- Surabaya



Kesimpulan


Dari pemaparan perihal kelahiran VOC dan pengaruhnya di Indonesia, nampaklah pada kita bahwa VOC memang memiliki fungsi bukan hanya sebagai perusahaan dagang melainkan merangkap seperti negara dalam negara yang juga turut mengemban tugas pemeliharaan agama para anggota VOC yang kemudian berkembang untuk disebarluaskan kepada para penduduk Nusantara.


Adalah keliru mengatakan bahwa VOC adalah organisasi layar Vrijmetselarij atau Freemasonry. Beberapa keberatan perlu dikemukakan sbb: Pertama, jika keberadaan loji sebagai tolok ukur keberadaan Freemasonry atau Vrijmetselarij maka loji yang pertama didirikan menurut sejarawan Van der Veur adalah La Choisie di Batavia tahun 1762 atas prakarsa J.C.M. Radermacher (1741-1780) seorang syahbandar Batavia, menyusul loji-loji lainnya. Padahal VOC didirikan tahun 1602. Jika demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan organisasi rahasia Freemasonry nampaknya membonceng di dalam tubuh VOC daripada mengatakan VOC adalah Vrijmetselarij. Kesamaan simbol antara Freemasonry dan VOC tidak membuktikan apapun karena penyamaan simbol dapat dipersepsikan sesuai kebutuhan si penafsir.


Kedua, Bagaimana mungkin VOC yang tunduk dibawah pemerintahan Belanda menjadi sebuah organisasi layar Vrijmetselarij padahal pemerintah Belanda sendiri mengutuk keberadaan Vrijmetselarij atau Freemasonry dan menjulukinya sebagai “mahluk-mahluk berbahaya bagi negara dan gereja”?[38]


Ketiga Vrijmetselarij lebih merupakan kelompok Gnostik (kebatinan) yang berusaha menggali akar-akar spiritual dengan menggabungkan banyak unsur-unsur mistik dari berbagai agama dan negara yang dituangkan dalam simbol-simbol tertentu. Tidak ada kaitan antara Vrijmetselarij dengan kegiatan politis apalagi makar dan konspirasi. Dengan bergabungnya sejumlah tokoh keraton Yogyakarta dan pelopor organisasi Boedi Oetomo yaitu DR Soetomo membuktikan bahwa mereka menganggap organisasi ini lebih bercorak spiritual non agama yang mendorong pada usaha-usaha pencerahan. Jika organisasi ini lebih mendorong kepada konspirasi dan makar lalu siapa yang akan dikudeta sedangkan organisasi ini lahir di kalangan orang Belanda yang notabene sebagai penjajah kala itu? Keberadaan loji-loji yang kerap disebut “Rumah Setan” semakin menguatkan karakteristik organisasi yang bercorak gnostik daripada politik.


Keempat, jika menggunakan jumlah pemakai simbol-simbol Masonik yang tertera pada kuburan orang Belanda di Taman Prasasti sebagaimana Rizki Ridyasmara asumsikan maka dari 1734 koleksi makam hanya ada 5 prasasti yang menggunakan simbol-simbol Masonik sebagaimana Rizki Ridyasmara akui sendiri dalam novelnya sbb: “Diantara 1734 buah koleksi yang terdiri dari berbagai jenis prasasti bentuk nisan, tugu atau monumen, piala, patung, karangan bunga, kijing, lempeng batu persegi, replika serta miniatur berbagai bentuk, Drago (tokoh Masonik dalam novel ini) ada lima prasasti yang memiliki simbol Grand Master Freemasonry: The Skull and Bone Symbol. Simbol Tulang dan Tengkorak”[39]. Apa artinya ini? Artinya tidak semua orang Belanda atau orang VOC adalah anggota Freemasonry atau Vrijmetselarij. Buku Th. Stevens telah mengungkapkan jumlah anggota Freemasonry atau Vrijmetselarij baik di zaman VOC maupun pemerintahan Belanda. Jumlah tersebut tidak mewakili kepentingan Freemasonry atau Vrijmetselarij.


Penemuan simbol-simbol Masonik di Batavia yang terukir dalam berbagai gedung peninggalan Belanda seperti Stadhuis (sekarang Gedung Balai Kota Jakarta dan Museum Jakarta), Adhucstat Logegebouw (sekarang gedung BAPENNAS), maupun pekuburan Belanda seperti Kerkhof Laan (sekarang Tempat Pemakaman Umum Kebon Jahe Kober yang kemudian sejak tahun 1977 diganti menjadi Museum Taman Prasasti) serta Bundaran Hotel Indonesia selayaknya menjadi sebuah kajian khusus dan akademis dalam bidang sejarah daripada menghubung-hubungan dengan teori konspirasi serta mengaitkannya dengan agama tertentu dalam hal ini Yudaisme dan Kekristenan. Upaya Rizki Ridyasmara yang seharusnya memberikan pencerahan baru dibidang sejarah melalui penelusuran simbol-simbol Masonik di Jakarta, bergeser menjadi isu teologis yang menyudutkan agama tertentu dalam hal ini Yudaisme dan Kekristenan.


Literatur sejarah di negeri kita hanya membahas perihal aktivitas VOC namun tidak membahas organisasi rahasia Gnostik yang menunggangi aktifitas VOC. Sudah saatnya penulis sejarah Indonesia memasukkan data-data serta kajian baru seputar apa dan bagaimana mengenai keberadaan organisasi rahasia yang bercorak Gnostik dengan nama Freemasonry atau Vrijmetselarij tanpa ditunggangi pengkajian teologi yang bias.



End Notes:

[1] Op. Cit., The Jacatra Secret, hal 37



[2] Op.Cit., Jacatra Secret, hal 9



[3] Ibid., hal 83-104



[4] Bambang Ruseno Utomo, Hidup Bersama di Bumi Pancasila: Sebuah Tinjuan Hubungan Islam dan Kristen, Malang: Pusat Studi Agama dan Kebudayaan 1993, hal 98



[5] DR, J. Verkyul, Ketegangan Antara Imperialisme dan Kolonialisme Barat dan Zending Pada Masa Politik Kolonial Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia 1990, hal 14-20



[6] Op.Cit.,Hidup Bersama di Bumi Pancasila, hal 98-99



[7] Vereenigde Oostindische Compagnie (http://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagnie



[8] Ibid., hal 99



[9] DR. Soetarman Soediman Partonadi, Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya: Suatu Ekspresi Kekristenan Jawa Pada Abad XIX, Jakarta: BPK Gunung Mulia 2001, hal 26-46



[10] Op.Cit.,Hidup Bersama di Bumi Pancasila, hal 102



[11] Ibid., hal 102-103



[12] DR. Th. Stevens, Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, Jakarta: Sinar Harapan 2004, hal 51



[13] Ibid., hal 54



[14] Ibid., hal 56



[15] Ibid., hal 60



[16] Ibid., hal 62-63



[17] Ibid., hal 65



[18] Ibid., hal 69



[19] Ibid., hal 70



[20] Ibid., hal 73-75



[21] hal 75



[22] Ibid., hal 90



[23] Ibid.,



[24] Ibid., hal 90-138



[25] Jacatra Secret,Jakarta: Salsabila 2011, hal 200



[26] Ibid., hal 337



[27] Ibid., hal 299



[28] Ibid., hal 300



[29] Ibid., hal 301



[30] Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930,Depok: Komunitas Bambu 2008, hal 49



[31] Ibid.,



[32] Op.Cit., Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal 314



[33] Op.Cit., Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930, hal 51



[34] Op.Cit., Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal 320



[35] Loji, The Old Building In Jogja (www.thickchek.blogspot.com/2010/02/loji-old-building-in-jogja.html)



[36] http://aninditasaktiaji.blogspot.com/2011/02/simbol-freemason-di-tugu-jogja.html



[37] http://www.kaskus.us/ kaskus loji.htm



[38] Op.Cit., Tarekat Mason Bebas dan Kehidupan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal 54

Sumber

0 komentar:

Protected by Copyscape Duplicate Content Protection Tool
Template by : Roberth Fabumasse @2017