Resensi Dan Tinjauan Kritis Atas Novel "The Jacatra Secret"
PENGARUH NOVEL DA VINCI CODE ATAS THE JACATRA SECRET
Novel dengan judul The Jacatra Secret
dengan tebal 524 halaman memberikan banyak informasi dan kejutan luar
biasa. Betapa tidak? Kita selama ini memiliki informasi standar dalam
buku sejarah bahwa Jakarta sebagai pusat ibukota pada zaman kolonial
adalah Kota Batavia peninggalan VOC (Vereinigde Oost-Indische
Compagnie) yang disebut juga dengan Kompeni yang terbentuk pada tahun
1602. Namun kali ini kita dikejutkan dengan kenyataan yang dikemas
dalam novel thriler bahwa Jakarta adalah kota Masonik yaitu organisasi
rahasia dan persaudaraan yang terkenal dengan istilah Freemasonry dalam bahasa Inggris atau Vrijmetselarij
dalam bahasa Belanda. Simbol-simbol Masonik tersebut dapat terlihat
jelas dalam jejak-jejak keberadaan bangunan dan kuburan bekas Belanda
seperti Stadhuis (sekarang Gedung Balai Kota Jakarta dan Museum Jakarta), Adhucstat Logegebouw (sekarang gedung BAPENNAS),Kerkhof Laan
(sekarang Tempat Pemakaman Umum Kebon Jahe Kober yang kemudian sejak
tahun 1977 diganti menjadi Museum Taman Prasasti), Bundaran Hotel
Indonesia.
Pada
halaman 9, penulis novel ini memberikan pemaparan awal yang bagi saya
merupakan maksud dan tujuan novel ini ditulis, dengan mengatakan fakta
mengenai apa dan bagaimana Batavia sbb: “Batavia dibangun VOC
menurut cetak biru Freemasonry Hindia Belanda. Kelompok persaudaraan
okultis ini menyisipkan aneka simbol Masoniknya di berbagai tata ruang
kota, arsitektur gedung dan monumen, prasasti makam dan lainnya, yang
masih bisa disaksikan hingga sekarang”.
Kisah
ini diawali sebuah prolog dengan setting historis tahun 60-an mengenai
kekecewaan pimpinan tertinggi Freemasonry di Indonesia bernama Valentijn de Vries
atas surat keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno dengan
nomor 18.1961 yang memerintahkan pembubaran organisasi-organisasi
seperti Vrikjmentselaren -Loge, Moral Rearmemant Movement, Ancien Mystical Organization of Sucen Cruiser (Amorc)
sehingga de Vries akhirnya menginstruksikan pada para anggotanya untuk
membubarkan diri secara formal namun tetap memelihara keberadaan
organisasi tersebut secara non formal.
Kematian
misterius ikon NeoLib tersebut menggemparkan Jakarta dan polisi cukup
kesulitan memecahkan siapa pelaku pembunuhan keji tersebut. Posisi
tubuh Profesor Sudrajat Djoyonegoro yang tewas di depan pintu gerbang
menyisakan satu misteri yang akan menuntun pada sebuah petualangan
pemecahan makna simbolik dan keterlibatan Freemasonry. Tangan kanan
menunjuk di atas kepala dan pada tembok putih pagar gerbang Stadhuis
tertulis sebuah anagram AS AT DUTCH. Sebelum ditembak mati, sang
pembunuh mencari keberadaan sebuah medalion yang dipercayakan oleh
persaudaraan rahasia kepada Profesor Sudrajat.
Adalah
DR. Grant Whitemaker seorang pakar simbolog dari Universitas George
Washington yang sedang berada di Jakarta untuk memenuhi undangan
Conspiratus (pertemuan para peminat teori konspirasi) terlibat dalam
pemecahan makna simbolik yang ditinggalkan Profesor Sudradjat.
Keterlibatannya atas referensi seorang gadis peranakan Minangkabau dan
Prancis bernama Angelina Dimitrea seorang mahasiswa Paska Sarjana yang
sedang mendalami Psikologi Kriminal dan magang di Bareskrim Polda Metro
Jaya.
Penokohan
dan latarbelakang peristiwa dalam novel ini sama persis dengan novel
Da Vinci Code karya Dan Brown yang menuai kontroversi dan menimbulkan
skeptisme dalam kalangan Kekristenan. Dalam novel Da Vinci Code,
peristiwa diawali dengan terbunuhnya seorang kurator bernama Jacques
Sauniere di Louvre Prancis dengan tanda-tanda simbolik dan penuh teka
teki di sekitar mayatnya. Polisi memanggil Robert Langdon seorang dosen
simbologi agama dari Harvard untuk memecahkan simbol dan petunjuk
misterius disekitar mayat. Usaha Langdon ditemani oleh seorang
kriptografer polisi bernama Sophie Neveu. Sauniere yang tewas di museum
tersebut bukan saja kakek dari Sophie melainkan seorang Grand Master
disebuah kelompok persaudaraan yang dipercaya menjaga rahasia purba yang
jika diungkapkan akan mengancam keberadaan Gereja. Sauniere tewas
karena melindungi lokasi dimana rahasia Cawan Suci berada.
Bedanya
dalam novel Da Vinci Code, Robert Langdon dan Sophie Neveu terlibat
petualangan menyusuri jalanan di kota Paris hingga sampai di kediaman
Leigh Teabing yang eksotik dengan diapit dua buah danau pribadi bahkan
sampai pergi menuju London dan terlibat pengejaran oleh polisi, maka
kisah DR. Grant dan Agelina lebih banyak berputar di kota Jakarta
khususnya beberapa lokasi bangunan yang diduga sebagai pusat Freemasonry
di zaman Belanda seperti Stadhuis, Adhucstat Logegebouw, Kerkhof Laan serta Bundaran Hotel Indonesia.
Upaya
DR. Grant dan Agelina untuk memecahkan simbol misterius yang
ditinggalkan Profesor Sudradjat menuntun mereka dalam petualangan
mendebarkan yang akan mempertemukan mereka dengan sejumlah nama seperti
Sally Kostova perempuan Uzbekisten yang menjadi sekretaris pribadi
sekaligus istri simpanan Profesor Sudradjat, Drago sang pembunuh
Profesor Sudradjat, kemudian Kasturi seorang pensiunan AURI yang tinggal
di pangkalan Halim Perdana Kusuma yang setara dengan Leigh Teabing
dalam novel Da Vinci Code karena dari Kasturi, DR. Grant dan Angelina
banyak mendapatkan informasi penting terkait dengan misteri kematian
Profesor Sudradjat.
Medalion
di tangan Sally Kostova yang ditemukan secara tidak sengaja dalam
tasnya paska kematian Profesor Sudradjat menjadi fokus dalam novel ini
karena dalam medalion tersebut tersimpan sebuah peta mengenai lokasi
yang diincar oleh para pengusaha yang berkuasa di Washington yang
memiliki jaringan persaudaraan rahasia Freemasonry. Lokasi rahasia
tersebut akhirnya terbongkar melalui pemecahan sandi-sandi yang rumit
dari satu tempat ketempat lainnya berdasarkan petunjuk-petunjuk yang
ditinggalkan Profesor Sudradjat dalam rekaman video yang dipercayakan
pada orang kepercayaan lainnya yang akhirnya terbunuh yaitu Doni Samuel.
Kisah
ini diakhiri dengan tertangkapnya pembunuh Profesor Sudradjat dan
terbongkarnya misteri dibalik medalion dengan sebuah pengejaran yang
membawa para pembaca novel ini pada sebuah lorong-lorong rahasia di
bawah tanah Jakarta yang telah dibuat kaum Freemasonry Belanda yang
tidak banyak diketahui banyak orang di Jakarta.
Novel
ini tidak hanya berkisah mengenai bahaya konspirasi kaum Freemasonry
dengan setting kota Jakarta lama yaitu Batavia namun di dalam novel ini
banyak dikaji mengenai seluk beluk Batavia dan misteri simbol-simbol
yang terpampang di beberapa lokasi penting seperti Stadhuis, Adhucstat Logegebouw, Kerkhof Laan
serta Bundaran Hotel Indonesia yang luput dari pemantauan buku-buku
dan kajian sejarah di negeri ini . DR. Grant yang menjadi nara sumber
pemaparan latar belakang Batavia dan simbol-simbol Masonik rupanya
mewakili pemikiran penulisnya yaitu Rizki Ridyasmara yang berusaha untuk
meyakinkan pembacanya akan keberadaan dan keterkaitan Freemasonry di
Indonesia sejak keberadaan VOC hingga jaringan Internasional yang
berusaha membuat negeri Indonesia terpuruk dalam kelumpuhan ekonomi,
sosial, politik, kebudayaan.
Namun
sayangnya banyak uraian dan pemikiran penulisnya yang diselipkan dalam
ucapan-ucapan tokoh DR. Grant Whitemaker dan Kasturi yang bias dan
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara historis maupun teologis
ketika Kekristenan dihubung-hubungkan dengan keberadaan Freemasonry dan
darimana Freemasonry berakar.
Sebagaimana penulis novel ini mengatakan, “Semua deskripsi tata ruang kota, arsitektur museum, monumen dan prasasti makam dalam novel ini adalah NYATA”
(hal 9) maka saatnya saya akan mengajak pembacara kajian saya untuk
memisahkan antara mana yang FAKTA dan mana yang FIKSI dalam novel ini.
Bahkan apa yang diyakini sebagai fakta dan realita oleh penulis novel
ini akan saya buktikan sebagai fiksi karena didasarkan pada kajian yang
distortif dan subyektif.
Saya
membatasi diri untuk memberikan kajian kritis yang berkaitan dengan
ranah teologi dan agama dalam hal ini Kekristenan yang
disinggung-singgung dalam novel ini dan tidak akan memberikan kajian
kritis yang terkait dengan rumor politik yang sematkan dalam novel ini.
0 komentar:
Posting Komentar