*** A G N U S - D E I ***
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 25 Desember 2011

Natal dan Dua Semangat

http://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2011/12/natal-lagu.jpg
Merry Christmas

Di tengah semangat membinasakan yang semakin mencuat, kini Natal hadir dengan nuansa berbeda. Natal adalah nuansa kasih yang meneduhkan dan membangun.
Semangat saling menghancurkan di antara sesama semakin menguat. Ironis sekali, saling menghancurkan dan membinasakan terjadi di tengah-tengah kita sebagai anak bangsa. Namun, Natal hadir dengan nuansa berbeda. Nuansa kasih. 

Natal tiba. Tahun ini, umat kristiani di seluruh dunia kembali merayakan Natal. Dalam hati saya sering bertanya, apakah pengaruh Natal terhadap dunia dan umat manusia? Apa pula dampaknya terhadap umat kristiani secara pribadi? Masing-masing kita diminta untuk berefleksi tentang hal ini.

Kini Natal dirayakan di tengah berbagai persoalan sosial yang terus bergolak. Tragedi kemanusiaan terjadi di banyak tempat. Sebutlah kasus Freeport di Papua. Tidak sedikit yang menjadi korban. Bibit-bibit kebencian mulai ditebar. Jiwa yang sangat tidak bersahabat terjadi di mana-mana. Semangat untuk memusuhi sesama yang berbeda pandangan, latar belakang, dan sebagainya, justru terjadi di tengah sebuah bangsa yang katanya menghargai perbedaan.


Semangat menghancurkan, menisbikan perbedaan kembali mencuat. Emosi yang meledak-ledak menjadi tren di masyarakat. Perhatikanlah tawuran warga, tawuran pelajar, tawuran perebutan lahan dan tawuran-tawuran lain menjadi tontonan sehari-hari. Saya menangkap semangat untuk saling membinasakan di antara sesama semakin menjadi-jadi. Banyak orang merasa puas ketika sesamanya hancur. Ada semacam kepuasan psikologis ketika menyaksikan orang lain tak berdaya.



Semangat Herodes

Semangat menghancurkan bahkan membunuh, bukan hal baru dalam catatan Alkitab. Secara jujur Alkitab menulis semangat Herodes yang hendak membinasakan Yesus yang baru dilahirkan. Pada masa itu, orang-orang majus dari Timur datang ke Yerusalem. Pada masa itu, orang majus termasuk dalam golongan intelektual. Mereka adalah ilmuwan dalam dunia perbintangan. Kemampuan mereka tak perlu diragukan dalam bidang itu.

Ketika mereka datang ke Yerusalem, Alkitab memberi catatan bahwa Yerusalem menjadi heboh. Mengapa? Karena Herodes sang penguasa merasa tidak nyaman. Orang majus datang dengan berita yang menyebutkan sang raja baru telah lahir. Berita ini tentu membawa ketidaknyamanan baginya. Ia tidak suka. Ia tidak mau ada orang lain yang akan menggantikan kepemimpinannya. Ia mau menjadi penguasa selamanya, walaupun faktanya tidak mungkin demikian. Segala sesuatu ada masanya. Lagi pula, ia dibatasi oleh usia dan kemampuan fisik.

Kegelisahan Herodes makin menguat ketika ia memanggil para ahli agama. Ia dengan serius menanyakan perihal kelahiran Yesus. Para ahli pun mengatakan bahwa dalam Kitab Suci memang ada nubuat kelahiran Mesias. Hal ini makin mengkhawatirkannya. Saking khawatirnya, ia memanggil para majus. Ia ingin mendapatkan informasi kelahiran raja yang sedang mereka cari. Setelah mendapatkan informasi tersebut, secara resmi menugaskan mereka untuk mencari secara pasti tempat kelahiran sang raja. Ia menggunakan alasan palsu. Herodes mengatakan ia datang untuk menyembah. Padahal, dalam hatinya dipenuhi kejengkelan dan ketidaksenangan. Sebuah sikap yang tak berintegritas. Antara kata dan perbuatan tidak menyatu. Di luar tampak manis—akan menyembah Yesus yang baru lahir, tetapi dalam hati dipenuhi kebencian yang tak bertepi.

Akan tetapi, malaikat Tuhan memperingati agar orang majus tidak kembali kepada Herodes. Ada niat busuk dalam hati Herodes. Oleh sebab itu, Alkitab mencatat, orang-orang majus kembali ke negeri mereka melalui jalan lain setelah bertemu dengan Yesus yang telah lahir. Namun, ketika mereka tidak kembali kepada Herodes, sang pemimpin yang jahat, ia pun marah. Herodes mengamuk. Dari mana tahunya? Jelas, ketika ia memberi perintah yang melanggar hak asasi manusia (HAM). Masa kini, bisa digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat. Bisa pula dituntut ke pengadilan. Herodes memberi perintah membunuh bayi berumur dua tahun ke bawah di Betlehem dan sekitarnya.

Bayangkan! Anak-anak yang tidak bersalah, tidak mengerti politik, harus menjadi korban keganasan penguasa yang tak punya hati. Bayangkan derai air mata orangtua yang kehilangan anak yang sangat dicintai. Bayangkan jika ada di antara mereka yang berdoa untuk mendapatkan anak selama bertahun-tahun, namun kini anak itu harus dibunuh oleh kekejaman dan ambisi Herodes.

Keinginan dan ambisi berlebihan selalu berujung menghalalkan segala cara. Itulah yang Herodes lakukan. Demi melanggengkan kekuasaannya, ia rela berlaku keji. Anak-anak dan orangtua yang tak bersalah menjadi sasaran kekejamannya. Hal yang nyaris sama terulang juga pada masa kini. Ada pemimpin yang rela berbuat apa saja asal ia tetap menjabat. Ada juga yang rela mengorbankan harga diri demi sebuah impian—kekuasaan  yang diharapkannya. Inilah realita yang ada di antara kita.




Semangat Kasih

Di tengah semangat membinasakan yang semakin mencuat, kini Natal hadir dengan nuansa berbeda. Natal adalah nuansa kasih yang meneduhkan dan membangun. Itulah esensi Natal. Orang kristiani percaya, tatkala dunia dilanda kekacauan akibat dosa, lalu Bapa di Surga memutuskan solusi terbaik. Dia mengirimkan putra tunggal-Nya ke dunia. Terjadilah Natal. Firman Allah menjadi manusia. Kristus lahir.

Dalam Injil Yohanes tertulis, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). Kasih itulah yang menggerakkan Allah datang ke dunia. Kasih pula yang menyebabkan Yesus lahir di kandang hina. Yesus menjadi manusia agar bisa berkomunikasi dengan manusia dan dalam bahasa manusia.

Natal adalah bahasa kasih Allah bagi manusia. Sangat sukar memahami Allah yang penuh kasih tanpa contoh yang jelas. Kasih adalah bahasa abstrak yang sukar dipahami tanpa contoh yang didemonstrasikan. Maka, Natal adalah demonstrasi kasih Allah kepada manusia.

Kasih adalah kebutuhan manusia sepanjang sejarah. Tidak ada seorang pun yang tak membutuhkan kasih. Namun, perhatikanlah kondisi zaman kita. Kasih hanyalah impian yang sukar menjadi kenyataan. Banyak anak yang menantikan kasih orangtua, namun orangtua memilih bercerai, tidak membesarkan buah hati dengan cinta kasih. Banyak organisasi pecah, berselisih, dan saling menjelekkan. Padahal, dengan cinta kasih sebenarnya masalah terberat pun dapat diselesaikan.

Akhirnya, Natal mengajak kita untuk membudayakan kasih dan meniadakan kebencian. Selamat Natal. Salam erat dalam kasih Kristus Tuhan. 


Manati I Zega

Sumber

0 komentar:

Protected by Copyscape Duplicate Content Protection Tool
Template by : Roberth Fabumasse @2017